Home > Uncategorized > Kenangan Bersama Ayah

Kenangan Bersama Ayah


( mindahin dari blog FS-ku, 18 Des 2006 )

“ Dalam sebuah perjalanan menyusuri pantai utara

Berkereta di tengah malam Surabaya – Jakarta ”

 

Nasyid Suara Persaudaraan mengalun dari MP3 playerku, menemani tengah hari perjalanan Yogyakarta – Bandungku.

 

Haqqon, seumur hidupku ini pertama kalinya aku naik kereta

( eh, ga juga ding, yang pertama tuh kemarin, 4 hari yang lalu waktu aku berangkat ke Yogya, dan sekarang arus balikku, back to Bandung )

norak ya…

tapi ya…emang baru kali ini ada kesempatan melakukan perjalanan yang mengharuskan naik kereta…

ternyata asik juga…palagi gratisan gini hehe…

 

” Kuteringat masa indah, di masa masa kecilku

Kenangan bersama Ayah di kampung halaman ”

 

Lagu ini selalu menarik rasa rinduku pada Ayah.

 

Hamparan sawah yang kulewati sepanjang rel memperkuat semua memori tentang Ayah.

Mungkin saat ini Ayah juga lagi di sawah, menengok kebun, kolam dan ternak peliharaannya.

Aku tersenyum.

Hmm…Ayah…

” Sungguh indah…

Terlalu manis untuk dilupakan

Sungguh mesra…

Meski beriring ketegangan…”

 

Lintasan masa kecilku yang cukup berwarna bermain di pelupuk mataku.

Waktu yang banyak kuhabiskan bersama Ayah.

Ke manapun Ayah pergi aku selalu ikut.

( Didaerahku biasanya seorang Ayah akan merasa malu bila harus membawa serta anaknya.

Pengasuhan anak mutlak menjadi tanggung jawab Ibu.

Tapi Ayah selalu bilang ” Anakku harus terbiasa berada di lingkungan besar dan serius, untuk melatih mental dan karakternya ”. )

 

Saat Ayah mengajar di sekolah, Ayah membiarkanku ikut duduk di kelas berbaur dengan murid yang lain,

atau sekedar ngerecoki obrolan guru guru di kantor waktu istirahat.

 

Saat Ayah rapat, ngisi pengajian, atau ceramah, sering aku membuntuti naik ke mimbar.

Dan sepulang ke rumah aku akan meniru yang Ayah lakukan di depan sepupu sepupuku.

Aku selalu berharap bisa seperti Ayah.

Dimataku, Ayah selalu serba tau, serba bisa, selalu benar.

Ayah selalu berhasil membuatku kagum dan bangga.

Ayah menjadi idolaku…

 

” Suasana pengajian petang seperempat malam pertama

Riuh rendah suara hapalan dan cemeti hukuman

Liku liku perjuangan para pahlawan islam

Yang gagah perkasa di medan perjuangan

Yang tak takut mati untuk meraih kejayaan islam ”

Setelah Ashar hingga Isya kuhabiskan waktuku di madrasah,

disana setiap malam Ayah mengajariku tentang tsaqafah islam, hafalan qur’an, juga cerita tentang Rosul dan sahabat.

Dari jendela kereta yang nampak tak jernih lagi, kulihat serombongan anak dengan seragam SD dan TPA.

Melintas sejenak bayanganku di usia yang sama dengan mereka.

Ayah selalu bilang

” Kamu sekarang sudah sekolah, sudah punya tanggung jawab sendiri.

Kalau kamu tidak shalat, tidak ngaji, tidak belajar, Ayah wajib memukulmu.

Sebentar lagi kamu baligh, semua urusanmu tanggungjawabnya bukan lagi pada Ayah dan Ibu, tapi dengan Allah ”

Seiring usiaku yang semakin bertambah, aku merasa Ayah pun berubah.

Kalau nilai atau hafalanku di bawah teman yang lain Ayah suka marah.

Tapi walaupun aku mendapat nilai tertinggi Ayah selalu saja memberiku nilai standard rata rata,

” kalau kamu ingin mendapat nilai yang tinggi, cari guru yang lain. ”

 

Kalau aku ketahuan nangis di sekolah ( heran juga…kenapa ya waktu SD aku cengeng sekali ) pasti di rumah aku akan mendapat warning dari Ayah.

Saat teman temanku ribut atau becanda berlebihan maka yang Ayah marahi adalah aku.

Aku tidak mengerti mengapa Ayah bisa begitu baik dan menyenangkan bagi murid muridnya yang lain,

hingga banyak dari mereka yang mengidolakannya.

Dan akupun sering nangis diam diam.

Ayah galak…

” Ayah…

Terima kasih nanda haturkan kepadamu

Yang telah mendidik dan membesarkanku bersama Ibu ”

 

Setelah 12 tahun menghabiskan waktu jauh dari Ayah

dan melihat berbagai Ayah yang pernah kutemui disekelilingku,

aku kembali tersadarkan betapa Allah menempatkan anak dan orangtua dengan kapasitas yang tepat.

 

Aku tersadar bahwa Ayah yang kulihat sekarang tak lagi sama dengan yang sering ada didekatku dulu.

Aku merasa Ayah saat ini sangat jauh berubah.

Ayah semakin sabar, makin bijaksana, makin tenang.

Ayah bilang ” Ah, sekarang kan Ayah sudah tua ”

Jawaban yang aku tafsirkan sebagai senyum ketegaran dan ketabahan dibalik rasa lelah dan letih membesarkanku.

Ayah…

aku hanya bisa menangis menikmati menatap wajah letih dan tuamu saat kau tertidur di dinginnya lantai menghilangkan kepenatan.

Dan setiap kali kutanya ” Ayah ridho padaku ??? ”

Ayah selalu menjawab ” Ayah selalu meridhoi kalian anak anak Ayah ”

 

Aku tahu bahwa anugerah terindah bagiku saat Allah menjadikan Ayah tempatku untuk tumbuh dan berkembang.

Hingga kini aku tumbuh dewasa dan mengerti banyak hal.

Ayah…

Engkaulah guruku yang terbaik sepanjang usiaku

Yang telah membimbing masa kecilku

Menuju jalan Tuhanku ”

 

Kalau kudengar teori di kuliahanku bahwa guru pertama dan terbaik bagi seorang anak adalah orangtuanya, aku setuju,

karena memang kalian sudah membuktikannya padaku.

Kalau dipikir pikir, semua guru dan dosen yang mengajariku kerjaannya cuma nge-modif apa yang sudah kalian tanam dengan kuat di hati dan pikiranku

( punten ah…Bapak dan Ibu guruku sayang…tidak bermaksud meniadakan hehehe…)

Tapi memang itulah yang sebenarnya…

membaca, menulis, berhitung, mengaji, etika, bahasa, moral, ibadah, prinsip, idealisme yang mengisi lembar lembar putih kosong diriku adalah kalian.

 

Masih ingatkah Ayah waktu aku mulai masuk sekolah SD dan Ayah mewajibkanku berjilbab,

lalu aku sering menangis karena sering diejek dan dicemooh.

Sering orang bilang ” Orang yang pakai kerudung itu akan sulit sekolah di negeri dan mendapat pekerjaan ”

 

Ayah selalu menghiburku

” Apa yang musim di masa sekarang belum tentu berlaku di masa yang akan datang.

Ayah yakin saat kamu dewasa orang tak akan lagi asing dengan jilbab, mungkin saja suatu saat nanti orang yang sekolah dan bekerja disyaratkan harus berjilbab.

Yakin saja jika kamu cerdas maka seperti apapun kondisi dan penampilanmu orang tidak akan peduli, karena yang mereka butuhkan adalah skillmu.

Jangan pernah takut berbeda dengan zaman yang ada selama yang kamu lakukan yakin sesuai dengan yang Allah inginkan,

dengan sendirinya zaman yang akan mengikutimu ”

Ayah selalu menjadi penghibur, penyemangat, inspirator dan peneguh pijakanku saat aku kebingungan memilih jalan atau menentukan langkah.

 

Ayah…yang selalu mengulang ngulang nasihat…

” Jadilah manfaat untuk umat, barakah dimanapun kamu berada, bagi siapapun, golongan apapun, kalangan manapun, ”

 

Ayah…sosok yang selalu menjadi tauladan di mata murid muridnya,

yang menjadi figur penasihat dan penengah bagi masyarakatnya,

yang selalu ditakuti dan dihindari oleh atasan atasannya yang dzalim,

yang menjadi pribadi yang bijaksana bagi saudara saudaranya, yang selalu mampu membangkitkan senyum teman temannya dengan selera humornya,

yang selalu menjadi guru dan qawwam terbaik bagi istri dan anak anaknya.

 

” Satu hal yang Ayah sesali Ayah tidak bisa masuk dan menguasai dunia remaja, hingga Ayah tidak bisa menemani masa remaja kalian ” itulah yang sering Ayah keluhkan.

” Allah…

Smoga kau berkenan membalas sgala kebaikannya

Menerimanya dan meridhoinya

Di hadiratmu…”

Ayah…

Kutau Ayah begitu berharap banyak padaku.

Seperti yang sering Ayah katakan saat kucium tanganmu setiap usai shalat.

Saat Ayah meminta maaf padaku atas semua kekurangan pengabdianmu sebagai orangtua.

Ayah…

Tak ada sedikitpun keinginanku untuk membuat Ayah sedih atau sakit hati

Tapi…Ayah…

Banyak hal yang kau tak tahu…tentangku…

Yang pasti akan membuat Ayah sedih dan kecewa…

Ayah…

Aku memang bukan anak yang berbakti…

Aku tak mampu memenuhi harapanmu untuk menjadikanku sesuatu

Aku tak bisa menjadi kebanggaanmu

Ayah…maafkan…

Allah…

Banyak sekali pintaku padamu untuk Ayah.

Allah…

Kau tau jauh didalam hatiku ku ingin bisa berikan apapun untuk kebahagiaan Ayah

Melebihi dunia dan seluruh isinya

Allah…

Sediakan untuk Ayah pengistirahatan terbaik disurgamu kelak

Aku yang menjadi saksi bahwa Ayah telah menunaikan amanahnya

Rabbanaa taqabbal du’a

To : Ayah

Im sayang Apa

This entry was posted on Monday, December 18th, 2006 at 11:07 pm and is filed underUncategorized. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed. Edit this entry.

7 Responses to “KENANGAN BERSAMA AYAH”

  1. Andy Says:
    December 19th, 2006 at 1:40 pm editUntuk Ayah Tercinta…
    aku ingin bertemu…
    walau hanya dalam mimpi…

     

    (jadi kangen euy ma Ayah :(( )

  2. neng IIM Says:
    December 19th, 2006 at 10:14 pm editto : Andy
    Sok atuh…cepetan pulang…jangan kelamaan di Mesir ; )
  3. ikhwan Says:
    December 28th, 2006 at 7:35 am editadakan hari Ayah…
    hidup ayah..
  4. ikhwan Says:
    December 28th, 2006 at 7:39 am editt im teh gini ya…
    tulisan jrang muncul
    waktu muncul banyak banget
    bikin buku aja teh…
  5. neng IIM Says:
    December 30th, 2006 at 3:24 am editprotes yang sama dengan fajar di bukom jaringan beberapa tahun lalu…
    “teh kalo nulis jangan banyak banyak, dikit tapi sering, dicicil” kurang lebih gituh lah…
    sok dari pada kaya di bukom karisma, satu nomor teh cuman satu baris..
    contoh…:
    96. sepi di sekre ga da sapa sapa
    97. dari pada bengong ngisi bukom ah
    98. nulis lagi ah…biar cepet nyampe no 100
    99. nomor cantik euy
    100. akhiirnyaaa…nyampe nomor 100
    sok tah….pan beuki teu puguh ;p
  6. nana Says:
    January 29th, 2007 at 12:54 am editjadi nangis bacanya,,,, walaupun bapakku tdk seperti yang dinyanyikan SP, tp aku tetap merasa He is The Great Man in The world,,,
  7. iriin Says:
    May 1st, 2007 at 3:33 am editpasti… beberapa saudara ini sangat dekat dengan sosok ayah… jadi mengingatkan ku akan bapak… bapakku meninggal saat ku lulus sd dengan nem tertinggi di sekolah ku, yang seharusnya kuhadiahkan untuk beliau (alm)…

Categories: Uncategorized
  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.

Leave a comment