Archive

Archive for February, 2010

Aku melahirkan…

10 February 2010 1 comment

Kamis pagi, 04 Februari 2010,
Seperti biasa setelah shalat subuh aku tidur lagi, kebiasaan yang sulit aku hilangkan sejak usia kehamilanku semakin tua, karena malam harinya aku mengalami insomnia.

Aku terbangun sekitar jam 7, ketika suamiku mandi dan bersiap berangkat ke kantor.
Biasanya ini saatnya aku menyiapkan sarapan, telor baja hitam kesukaannya.

Tapi kok rasanya perutku mules.

Mules di perut plus ngantuk yang nempel membuatku malas bangun.
” Mas bikin sarapan sendiri aja ya. Perutku sakit ” dan aku tidur lagi.

Setelah sarapan, jam 8 pagi, suami mulai packing dan bersiap berangkat.
Aku merasa perutku mulas melilit dan agak panas.
Aku coba ‘menghayati’ si mules sambil terus mengeluh ” aduh mas…perutku ”
Aku mencoba mengingat ingat makanan apa saja yang masuk ke perutku kemarin, khawatirnya aku salah makan.

Suamiku hanya merespon keluhanku sambil lalu, mungkin karena beberapa saat aku mengeluh sakit perut, tapi beberapa saat kemudian tertidur pulas lagi.

Jam 9.
” Aku ngantor ya…”

Tiba tiba aku gak mau suami pergi, feelingku merasa kalau aku sedang kontraksi.
Perutku terasa semakin panas dan aku mulai menangis sambil nungging nungging. Rasanya seperti sakit haid.

Aku baca di buku dan majalah katanya dibulan bulan terakhir kehamilan, sering terjadi kontraksi palsu.
Terjadi beberapa saat saja, tidak teratur, dan di area perut yang berbeda beda.

Tapi yang sekarang aku rasakan ini teratur sekitar 5 menit sekali.
Apa mungkin aku memang akan melahirkan hari ini.
Tapi hingga kontrol tadi malam, HPL masih tetap tgl 14 februari.
Malah pekan depan baru akan cek panggul.

Menurut bacaan, kontraksi akan terjadi bertahap dari setiap satu jam sekali, lalu tiap setengah jam, duapuluh menit, lima belas menit dan seterusnya meningkat semakin sering dan kuat.
Tapi aku kan gak mengalami yang tiap sejam, setengah jam, dst.
Ah, mungkin ini memang benar2 karena salah makan.

Aku dan suami berunding antara cek ke bidan yang letaknya dekat dari rumah atau ke RS biasa aku kontrol.
Bingung, kalau ke bidan khawatir ternyata aku memang benar benar akan melahirkan hari ini.
Aku agak takut melahirkan di bidan mengingat waktu kontrol 2 kali terakhir posisi anakku melintang dan ada indikasi bakal operasi.
Tapi kalau ke RS khawatir ternyata cuma mules karena salah makan, kan sayang tuh uang 400 ribu melayang.

Aku telpon dokterku, dr. Oni Khonsa.
Dengan tetap tertawa ramah beliau menyuruhku untuk segera datang ke RSIA tambak, tempatku biasa kontrol.

Hanya berbekal buku kontrol dan dompet, aku dan suami segera menuju RSIA Tambak pake motor.
Untunglah sepanjang jalan pramuka, proklamasi hingga tambak yang biasa macet, cukup lancar.
Selama di perjalanan, sekitar daerah pasar genjing, aku mengalami kontraksi lagi, untunglah ringan dan tidak lama, aku mencoba menahan rasa mules dengan mencengkeram bahu suamiku.

Jam 10.
Sampai di RS, dengan ‘cupu’nya suami ke bagian resepsionis dan bilang ” istri saya perutnya udah mules “.
Aku yang terduduk di kursi satpam akhirnya dipapah perawat memasuki ruang kala.

Alhamdulillah aku tidak merasa tegang atau takut, rasanya kok menikmati banget semua proses yang sedang dan akan aku jalani.
Salah satunya karena suami ada bersamaku.

Sejak usia hamil memasuki trimester terakhir, aku selalu wanti wanti supaya suami gak keluar kota.
Kalaupun harus keluar kota, aku selalu mengancam akan ikut kemanapun suami pergi.
Suami sering bilang kalau di daerah mungkin fasilitas melahirkan tak selengkap di Jakarta, lagipula orangtuaku kan bisa menemani.
Tapi buatku, aku merasa akan sanggup melahirkan di tempat seprimitif apapun asal didampingi suami.
Dan aku merasa akan sangat lemah walaupun ditemani seluruh sanak famili tapi suami tidak ada.

Ternyata aku sudah pembukaan 3, kontraksi sudah tiap 5 menit.
Ketika kontraksi rasanya sakiit sekali, tapi kalau reda akupun tertidur saking ngantuknya.
Untunglah perawat dan bidannya ramah dan sabar ( RS Tambak memang sangat terkenal dengan keramahan seluruh karyawannya )
Pinggangku dipijit, diajak ngobrol santai, juga dikasih makan. hehe…
Kebetulan aku belum sarapan ( makanannya enak banget, terbukti suamipun lahap menyantap jatahku )

Setiap kontraksi, aku dibimbing untuk tarik napas panjang secara teratur, dan itu memang sangat membantu.
Apalagi suami juga ikut gantian memijit pinggangku.
Biasanya sampai nangis nangis juga suamiku ga pernah mau mijitin.
Aku sangat menikmati saat saat ini.

” Mbak, dari kontraksi ke kontraksi berapa lama sih? ” tanya suami ke perawat.
” Ya sekitar satu jam ”

Dueng…
10 – 3 = 7 jam lagi…sekitar jam 5 sore
dokternya juga baru dihubungi, katanya sedang ada operasi dulu di RS Persahabatan.
Para perawat juga sudah meninggalkan kami berdua, hanya datang sekali kali untuk cek pembukaan.
Suami telepon kantor, izin gak masuk.
Aku telepon Mama dan Mami mertuaku.
Mami malah nyuruh aku jalan jalan dulu aja, katanya masih bakal lama, supaya pas melahirkannya gampang.
Suami nampak mulai bosan memijit, aku juga udah bosan nahan sakit kontraksi yang sudah mulai 3 menit sekali.

” Dek, aku pulang dulu deh ambil laptop, bete nih, biar bisa internetan ”
Heuh…istri lagi sekarat masih sempet sempetnya pengen selingkuh sama si leptop.

Tapi…” Ya udah deh, sekalian ambil tas yang sudah disiapkan untuk bekal melahirkan “.

Sekembalinya suami dari rumah, kontraksi semakin sering, dalam hitungan sekian detik sekali.
Lalu semakin sakit, panas, dan rasanya darah semua mengumpul dikepala.
Suara suami yang menyuruhku menarik napas teratur malah semakin menyiksaku.
Bagaimana mau bernapas, tiap tarik napas rasanya nyawaku ada dikerongkongan dan hampir keluar.
Pengen banget bales teriak ” Berisik lu…!!! ”

Perawat dan bidan sibuk ‘mengamankan’ badanku yang ngamuk. Aku sendiri sibuk menggigit gigit bantal.

Aaarrgghh…saat ini hanya satu yang aku inginkan : SEGERA MELAHIRKAN

Jam 2 siang.
Dan ketubanpun pecah…
Sedikit reda mulesnya.
Aku dipapah ke ruang bersalin

Tim perawat dan bidan yang berjumlah kurang lebih 5 orang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya, suami yang berdiri disamping kepalaku memegang tanganku dan mengelus kepalaku.
Seorang perawat sibuk menelepon dokterku mengabarkan progress yang terjadi.

Setelah semua siap dan aku memasuki tahap ‘siap melahirkan’, si perawat memberitahu kalau dr. Oni operasinya belum selesai, minta di ganti dokter lain, sementara dr. Botefilia sedang ada ujian.

Mereka menawarkan untuk ganti dokter, tapi laki laki, karena stok dokter wanita mereka memang hanya 2 orang.

Dalam kondisi seperti itu ya bagaimana lagi, kami iyakan saja, semoga ini menjadi rukhsoh karena kondisi darurat.

Jreng…datanglah dokter baruku, dr. Kemal Harzhif.
Aku sempat mehatnya sekilas, lumayan cakep ( hehe…sempet sempetnya ). Tapi suamiku tetep yang paling cakep buatku kok 😉 .

Proses melahirkanpun dimulai.
Aku diminta ambil posisi setengah duduk, tangan memegang dan menarik paha ke arah perut. Tangan kanan dipegangin suami, tangan kiri dipegang perawat, satu bidan mendorong perutku, sisanya bersiap mengambil bayiku, sementara si dokter memberi instruksi.

Setelah 2 kali mengejan, mulasku hilang.
Aku disuntik cairan perangsang mulas.
Lalu mengejan lagi ( saat ini aku bertekad, harus keluar !!. hatiku berkata : aku pasti bisa, aku kan sudah berpengalaman mengeluarkan BAB yang keras gara gara suka malas minum air putih, hehe… )

Jam 2.30 sore.
Bayiku lahir.
Semua serentak mengucapkan alhamdulillah.
Aku terharu dengan semua yang ada di ruangan ini.
Mereka bukan siapa siapaku, tapi berjuang setulus hati ikut membantu proses keberadaan seorang anak manusia ke dunia.
Walaupun mereka memang digaji besar tapi buatku itu tidak setimpal dengan kebahagiaan yang aku sekeluarga rasakan.
Allah…ganti ketulusan dan lelah mereka dengan balasan yang setimpal

Seorang bidan langsung membungkus bayiku yang baru di lap alakadarnya dan memberikannya padaku untuk IMD ( Inisiasi Menyusui Dini )

Pertama kali melihat bayiku rasanya amazing, mungil gimana gitu. Apalagi melihatnya berjuang susah payah menemukan ASInya, lucu.
Semua sakit yang tadi terasa tiba tiba hilang tak berbekas.

Beberapa saat kemudian bayiku dibersihkan, diukur APGARnya ( alhamdulillah nilainya 9/10 ).
Saat diukur itu barulah terdengar lengkingan tangisnya.
Lalu diberikan ke suami untuk di adzan & iqomati.
Setelah itu kembali disuruh belajar menghisap ASInya.

Aku dan suami sibuk mengamati dan mengomentari si bayi.
Sementara dokter dan tim sibuk merecovery bekas melahirkan sambil haha hihi ngerumpi.

Semua menang, semua senang.

Setelah beres, mereka berpamitan dan bergantian mengucapkan selamat pada kami berdua.
Sementara bayi kami dibawa ke ruang bayi untuk dihangatkan selama 6 jam, untuk proses adaptasi dari kondisi di rahim ke kondidi di dunia luar.

Aku, setelah bersih bersih dan ganti pakaian bersiap siap pindah ke kamar perawatan.

Segala sesuatu yang terjadi hari ini, cuma diurusi berdua dengan suami. tapi buatku ini lebih dari apapun.
Dan aku sangat bangga sama suamiku.

Keluarga belum ada yang datang satupun karena memang orangtuaku baru dalam perjalanan dari Ciamis, sementara kami belum mengabari keluarga yang di Jakarta.

Hanya Maliki, teman kami, yang datang pertama dan satu satunya sebagai penengok hari itu. Itupun kebetulan beliau nelepon, karena sebelumnya memang hari itu ada janji untuk bertemu.

Akupun dipindahkan ke kamar inap didorong suamiku pakai kursi roda, setelah sebelumnya nekad mau jalan, tapi diomeli perawat, katanya biar keliatan pasiennya hehe…sementara barang barang dibawain Malik.

Alhamdulillah Allah.
Terima kasih suamiku sayang.
Dokter dan seluruh tim RSIA Tambak

I’M VERY HAPPY NOW

Categories: Haru Biru AYAH BUNDA