Archive

Archive for 20 September 2011

Si Dokter 10 Juta ( Part. 2 )

20 September 2011 5 comments

” Haaa..h ??? ” Tiba tiba kantukku lenyap ” trus ? ”

…….
Beberapa waktu lalu adikku memang pernah nelpon,
” Sist, aku diajakin teman ikut UM UNSOED di sekolah, lumayan itung2 TO / latihan SPMB. Aku ambil teknik elektro, tapi aku bingung pilihan keduanya. ”
” Emang ada teknik apalagi ? ”
” Sipil sama Geodesi ”
” Ga ada Teknik Fisika ? ”
” Ga. Sipil aku gak bisa gambar, geodesi aku ga ngerti ”
Aku punya temen anak geodesi sih, tapi aku juga ga ngerti kuliahnya apaan.
” Jurusan lainnya ? Kalo MIPA ? ”
” Aku gak ngerti dan ga tertarik jurusan2 lainnya. Temen2ku sih pada ngambil Kedokteran sama Farmasi ”
” Ya udah ambil kedokteran juga aja ”
” Ga mau…aku ga tertarik ”
” Belum tentu lulus juga kali, yang penting melengkapi formulir ”

Saat itu aku cuma nyeletuk, lagipula rasanya ga mungkin dia dapet di kedokteran, trackrecord prestasi biasa aja, hapalannya kacrut minta ampun, liat tikus aja nangis, juga suka panikan.

…….

“Sist, ternyata aku malah dapet…di kedokteran…” lanjut adikku

hihihi (piss…jangan salahkan aku)

” proses selanjutnya adalah psikotes dan wawancara ”

( cerita versi adikku )

Kemarin aku sama bapak ke Purwokerto untuk psikotes dan wawancara. Dari sekolahku ada 5 orang

Aku baru memberi tahu kelulusan ke orangtua ketika ada panggilan psikotes dan wawancara, tadinya juga itu cuma ‘laporan’ aja, karena merasa orangtua tidak akan merespon dan aku sendiri tidak bersungguh2 berniat untuk menjalani proses lanjutan tersebut.

-Adikku sepertinya masih sedang dalam euphoria karena ortu mengizinkan SPMB ke ITB-

Awalnya orangtua hanya menanggapi sambil lalu, ” Walaupun lulus tes, dari mana biayanya. Kok ya aneh2 aja, kalo pilih jurusan tuh sesuaikan dengan keadaan kita ” kurang lebih begitu lah.

Apalagi ketika aku memberi tahu bahwa tahun lalu uang masuknya aja minimal 60 juta, Mamah nangis, ” Dek, uang 60 juta dari mana ? walaupun seluruh harta bapak dijual sama bapak2nya ga akan cukup. Kalopun bisa bayar masuknya…gimana buat biaya selanjutnya ”

Aku cuma nyengir, tak terlalu peduli ” iya lah, gpp, ga usah diterusin ikut wawancara…lagi pula dedek tetep pengen ke ITB kok “.

Beres urusan.

Tapi, beberapa hari kemudian tiba tiba respon orang tua berubah, Bapak mengajak untuk meneruskan perjuangan wawancara ke Purwokerto. Entah kenapa, Bapak cuma bilang, ” hayu lah hajar…sekalian piknik…kita kan belum pernah ke Purwokerto. Urusan nanti disana, gimana nanti aja “.

Aku pun berangkat sama Bapak ke UNSOED Purwokerto.

Aku kesana cuma pakai kaos Karisma sama sandal jepit, Bapak juga cuma pakai kemeja sama jaket psikologimu, pakai sendal juga. Kita cuma bawa tas gendong berbekal ketupat dan gorengan dari Mamah. Naik Bis. Dan sempat kebingungan di Purwokerto karena gak tahu harus naek apa. Nanya ke teman2 malah disuruh pake taksi.

Wuih…orang2 yang datang kebanyakan pada turun dari mobil mengkilap, yang orangtuanya pada pake baju kemeja keren, ada yang berjas berdasi, wangi dan sepatu cling. Duduk2 ngobrol satu sama lain dengan mantap membicarakan karir masing2. Jam istirahat pada masuk restoran dan menginap di hotel, sementara Bapakku malah ngobrol sama tukang2 kuli bangunan yang lagi ngerenovasi RS Margono, istirahat makan bekel dipojokan sambil bau bis, pokoknya ngenes.

-teriris hatiku membayangkannya-

Anak2nya ada yg sibuk menghapal pelajaran, ada yang keringetan, ada yang pucat, ada yang dinasehatin terus sama ortunya. Aku sih nyante aja nyanyi nyanyi lagu p-man sambil menenangkan teman2ku..

Setiap anak yang keluar dari ruang wawancara, pasti mukanya pucat, malah ada yang nangis. Ga tau mereka diapain di dalem. Kalo aku sih cuma ditanya alasan masuk kedokteran, apa karena gengsi. Aku jawab aja boro2 kedokteran, bisa kuliah aja di desaku itu udah suatu gengsi.

Aku sama Bapak diwawancara di tempat berbeda. Waktu kutanya, Bapak cuma bilang tadi bapak menyanggupi bayar uang masuknya 10 juta.

Ah…sudahlah, habis wawancara aku sama Bapak langsung pulang. Dan aku gak mau mikirin itu lagi, ya udah aku kesini aja.

-adikku menyudahi ceritanya-

” Ya sudah, sana belajar ”

” Sist, hari ini pengumuman wawancara kemaren, lewat internet ”

” Ya udah sana ke warnet ”

” Tar sore aja lah pulang bimbel. Aku belajar dulu, hari ini ada TO ”

Fhuh…apanya yang belajar…malah maen HP.

” Sist…” Adikku terduduk, melotot. Aku kaget. ” Barusan temenku SMS ‘cha selamat ya, kamu lulus di FK UNSOED, dan cuma kamu sendiri yang lulus dari sekolah kita’ hah…masa sih, jangan2 ngerjain aku, cuma aku sendiri yang gak lulus ”

” Iya kali kebalik, masa kamu yang dapet. Ya udah kita ke warnet yuk ”

Singkat cerita, di layar komputer warnet memang cuma nama adikku yang belakangnya tertulis SMAN 1 Ciamis.

” Ya sudah, kamu catat pengumuman2 lanjutannya. Hari ini aku pulang ke Ciamis ngasih tau orangtua, kamu disini aja bimbel ” kataku.

Singkat cerita (juga) Aku pulang ke Ciamis dan mengabarkan hasil pengumuman kelulusan adikku. Orangtuaku yang ternyata udah dapat kabar SMS duluan dari adikku hanya bisa menangis, speechless.

Dengan bergetar Bapak ( yang biasanya diam ) berkata ” Ternyata bapak salah…dulu waktu kalian masih kecil selalu dinasehati supaya pinter, ternyata tak cukup menasehati anak untuk pinter…tapi orangtua juga harus kaya ”

Aku hanya bisa diam, hatiku makin teriris.

Setelah sore dan suasana agak tenang aku mencoba mengajak orangtua ngobrol santai, diawali dari cerita Bapak waktu wawancara di Purwokerto.

( Cerita Versi Bapak )

-Prolog cerita mirip dengan cerita adikku-

Waktu Bapak diwawancara, awalnya ditanya tentang pekerjaan dan kehidupan sehari hari juga tentang seputar keluarga.
Waktu ditanya tentang jumlah uang sumbangan yang akan diberikan, Bapak minta di tulis di kertas aja, malu nyebutnya.
Pas pewawancaranya lihat, sambil senyum, komentar ” gak salah tulis nih Pak ? mungkin kurang nulis nol-nya ”
Bapak cuma jawab ” Benar segitu Pak. Itu juga baru kesanggupan saya, kemampuannya mah gak tahu ”
Bapak waktu itu nulis 10.000.000, itu juga nulisnya berat, takut gak sanggup. Katanya yang lain kebanyakan diatas 100.

-hatiku nangis-

Ayahku juga menceritakan alasannya kenapa mau meneruskan wawancara tersebut.

Awalnya Bapak kaget waktu dedek cerita lolos tes kedokteran, ah kayaknya itu jauh buat Bapak.

Tapi dipikir lagi, si dedek sudah memuali perjuangannya, masa bapak memutusnya di tengah jalan, ya…setidaknya selesaikan prosesnya supaya tidak penasaran nanti.

Ya itung itung pengalaman dan pembelajaran juga.

Lagipula melihat si dedeknya yang sebelumnya tidak ada cita cita kesana dan diluar rencana, Bapak pikir jangan jangan Allah sedang menunjukkan jalan terbaik untuk dedek, ya kalaupun lulus mana mungkin Allah meninggalkan hambaNya begitu saja. Kalau Allah sudah membuka kan jalan…pasti disertai bekalnya juga.

Dan Alhamdulillah…ternyata lulus.

..
Aku benar benar speechless. Satu sisi aku masih melihat kegigihan semangat adikku untuk Astronomi-nya. Sisi lain aku melihat kebahagiaan dan kepasrahan orangtuaku.

Aku tak tega melukai harapan siapapun.

Mungkin Bapakku benar, saat ini ‘tangan’ Tuhan sedang bekerja untuk keluarga ini.

Dan aku memilih untuk ikut alur skenario Tuhan sajalah. Wait and see.

” Trus, siapa aja yang tahu kalo dedek masuk kedokteran ? ” tanyaku.

” Mamah sama Bapak belum cerita ke siapa2, malu ah, kan kemarin masih belum final, takut gak jadi, lagi pula sekarang di kita lagi heboh kabar si ** (salah satu sepupu jauhku) masuk kedokteran juga, katanya udah habis 150 juta. (dan ternyata kemudian hari ada kabar si ** gagal masuk FK) ” Kata Mamah ” Teman2 Mamah sih udah pada cerita anak2nya udah ada yang diterima di *P*, ada yang katanya udah ‘dititipkan’ ke dosen U**, kalau ada yang tanya mamah cuma bilang ‘Ersa juga udah keterima di STT Telkom dan ITS ”

Adikku memang sebelumnya masukkin PMDK juga ke STT Telkom dan ITS, dan nyangkut di Teknnik Industri dan Teknik Perkapalan.

***
Cerita selanjutnya adalah prosesi daftar ulang ( untunglah uang sumbangan yang 10 juta ittu bisa dicicil 3 kali bayar, SPP dan lain2nya cukup murah karena kampus negeri )

Kali ini aku yang bertugas mengantar adikku ke Purwokerto, sekalian mencari tempat kos. Lumayan sekalian refreshing jalan jalan.

Bangga juga rasanya berbaris di jalur daftar ulang FK ( adikku ngantri buat foto KTM ). Lebih bangga lagi ketika melihat berbagai respon para orangtua waktu mereka tanya berapa uang sumbangan kami. Ada yang kaget, takjub, terharu, sampai pasang tampang rugi (hehe). Malah ada seorang Ibu :
” Jurusan apa dek ? ”
” Kedokteran. ”
” Berapa sumbangannya ” (dengan mimik penuh selidik)
” 10 juta ”
Si Ibu tiba2 mencari2 lalu menyeret suaminya…
” Pak…pak…lihat, masa ini kedokteran cuma 10 juta.”
” Ah..masa. Kesehatan Masyarakat kali ” kata si Bapak sambil merebut map ku.
Ketika disitu memang tertulis ‘Pendidikan Dokter’ si bapak lunglai pasrah. Lalu si Ibunya woro2 ke yang lain.
” Dek, anak saya aja ngambil keperawatan 25 juta ”
Aku cuma senyum. ” Kan disesuaikan juga dengan kemampuannya. Orangtua saya mampunya cuma segini Bu. ”
Dalam hati ” salah sendiri pasang mahal2 ”
” Tapi kan ini kedokteran dek, saya tanya2 yang lain pada diatas 100. Kalo bisa dibawah 100 ya anak saya juga suruh pilih kedokteran ” Si Ibu keukeuh ga ridho.
” Wah kedokteran cuma 10 juta…pasti adeknya pinter banget ya ” Kata Ibu yang lain sambil ngelus2 kepalaku. Pinter….whueeekkk eh…amiiin.
” Itu karena punya orang dalam sih ” Kata seorang Bapak. Setahuku anak Bapak ini satu sekolah dengan adikku, pilih kedokteran juga tapi cuma lolos di farmasi. Begini ini nih mental tukang suap, yang keluar dari mulut seseorang itu tidak akan jauh dari pikirannya atau…kebiasaannya.
Dihina miskin bukan masalah buatku, tapi dituduh nyuap…PUNTEN !!! gimana punya orang dalam, orangtuaku cuma orang kampung yang miskin, Purwokerto dan UNSOED aja baru tahu.
Harga diriku terluka, pengen ku tonjok dan ku sparing si bapak itu, tapi tak mungkin.
” Kalo pake suap, harusnya lebih mahal dong Pak ” Jawabku. Dan si Bapak terus menerus ngoceh nuduh nyuap orang dalam.
Hatiku berteriak berdoa ” Beri dia pelajaran untuk ucapannya yang menyakitiku, Tuhan ”

***

Sejak daftar ulang dan udah sah tercatat sebagai mahasiswa FK UNSOED, barulah orangtuaku cerita ke saudara. Dan dalam sekejap berita itupun tersebar ke seantero kampung. Dan ternyata respon negatif yang lebih banyak diterima. Mulai dari ketidakpercayaan ” Halah..paling juga kursus2 kesehatan yang setahun dua tahun “, sampai kesangsian bisa terus sampai selesai ” emangnya kuliah kedokteran bisa gitu2 aja, orangtuanya harus yang punya perusahaan banyak ”

Bahkan dari pihak kerabatpun ada yang bilang ” Ngapain kuliah kedokteran kalau cuma di daerah, yang hebat tuh kalo masuk kedokteran UI. kalo didaerah paling cuma nemu penyakit batuk pilek. Kenapa sih, mau cari gengsi. Mendingan ke ST*N / ST*S, kuliah dapet uang saku, lulus langsung diangkat PNS dan di tempatkan ”

Intinya kebanyakan mencemooh dan mentertawakan…mari kita tonton si miskin sok gaya…mampu biayain sampe selesai gak…atau kandas di tengah jalan.

Sejak itu Aku, Orang tua dan adikku tak lagi cerita tentang kuliah adikku. Kebahagiaan dan kesulitan juga perjuangan kami hadapi bersama dalam diam. Hati tak luput berdoa ” Tuhan, kau yang telah membuka jalan ini, cukupkan bekalnya dengan kekuasaanmu !!! ”

***
Tengah semester pertama, adikku mengabarkan bahwa ada beasiswa dari DIKTI sampai lulus bahkan dapat uang buku Rp. 800.000/bln, tapi harus ada surat rekomendasi dari pemerintah / bupati daerah masing2 dan perjanjian jika sudah lulus harus dinas di daerah masing2 kecuali untuk yang mau melanjutkan kuliah lanjutan.

Akhirnya aku bolak balik Bandung – Cimis – Purwokerto mengurus beasiswa itu. Tak mau cerita panjang lebar aku tentang prosesnya, You knowlah bagaimana ribet dan menyebalkannya birokrasi kita, lempar sana sini, sok jual mahal. Tapi aku tetap memegang prinsip ‘no uang rokok, uang kertas, uang terima kasih’. Hidup yang normal dan wajar sajalah…biar berkah. (Kadang yang staf ecek2nya itu yang nyebelin, kalo udah ketemu atasannya malah urusan jadi simpel)

Intinya…orangtua cukup bisa berlega hati cukup memikirkan bayar kost dan bulanan alakadarnya…itupun kalau ada. Malah dari beasiswanya adikku bisa membeli HP, membelikan ayah laptop, dan membelikan boneka2 lucu buat ponakannya (anakku,red)

Dan lebih lega lagi orangtuaku karena semua penantian itu lunas sudah.

Hari ini, 20 September 2011 adikku ERSA MASRUROH si dokter 10 juta resmi wisuda S.ked.

Semoga perjalanan ke depannya Tuhan lancarkan dengan penuh keberkahan.
(kini sedang menjalani koas, dengan beasiswa juga)

-Tulisan ini isinya tak seberapa jika dibandingkan dengan hebatnya teman2ku yang FK UI, UGM atau kampus2 besar lainnya.

Tak sebanding dengan kepintaran yang lulus lewat SPMB tanpa harus keluar uang sumbangan yang memusingkan.

Apalagi dibandingkan dengan kisah seorang dokter putra dari seorang tukang becak yang dapat beasiswa di FK UGM yang akhir2 ini ramai jadi sorotan.

Adikku memang tak sehebat mereka, tak sejenius mereka.

Tapi perjalanan ini benar2 berkah bagi keluarga kami. Berkah dan rizki atas nama Maha Pemurah dan Pengasihnya Tuhan.

Semoga Adikku dan kami sekeluarga bisa mensyukurinya dan manfaat barakah bagi umat manusia

Bagaimanapun…adikku adalah dokter pertama dari desaku.

(tentang SPMBnya, nama adikku tak tercantum di koran, penyebabnya : pilihan konyol ber-bunuh diri, pilihan 1 : FK-UI, pilihan 2 : STEI-ITB hehehehe)

-baca juga http://chapurple.wordpress.com/2009/04/16/aku-dan-hidup-yang-tak-terduga-yang-aku-jalani-sekarangpart2/

Categories: sekitarku

Si Dokter 10 Juta ( Part. 1 )


…….
“Sist, cowok yang duduk dipojokan itu tuh, dia ngejar kedokteran, pokoknya sekarang dia udah daftar ke beberapa jurusan kedokteran berbagai kampus” kata Adikku yang saat itu masih kelas 3 SMA “Temen2ku banyak banget lho sist yg ngejar kedokteran, kalo nggak, ya…seputar farmasi dan keperawatan. Kayaknya cuma aku yg lempeng ga minat ke kesehatan”

Saat itu aku sedang mentraktirnya di warung mie ayam dekat terminal Ciamis, kunjungan rutinku mengupgrade semangatnya, apalagi menjelang UAN seperti ini.

…….
“Kalo ke kampus lain aku harus masuk kedokteran…” kata seorang anak berseragam SMA ke temannya yg memakai corak seragam yg sama “kalo ga dapet kedokteran, aku harus masuk ITB walopun cuma jurusan ***.”

“Duh kenapa sih pada ngebet masuk kedokteran. Tapi, baguslah…mengurangi sainganku nanti pas SPMB” Kata Adikku di meja yang tak jauh dari anak SMA tadi.

Saat itu aku sedang mentraktirnya makan siang di kantin Salman sepulang dari Bimbelnya.

…….
Itulah Adikku satu satunya. Dia sangat terobsesi jadi Astronot. Tapi sekarang dia sedang rajin menekuni materi2 IPA demi lolos SMPB ke teknik elektro ITB. Dan aku yang bertanggungjawab sebagai supporter utamanya.

Semua berawal dari iklan pasta gigi Pe*s*dent yang dibintangi Tasya dan Frans Indonesianus saat adikku masih SD, entah kelas berapa. Tiba2 adikku ngebet pengen jadi astronot. Aku tak yakin dia mengerti apa itu astronot, mungkin hanya faktor ngefans sama si Frans Indonesianus itu.

Ibuku yang mendengar celotehan adikku hanya membalasnya (biasa…) dengan kritikan.

“Apaan astronot, ngomong suka ngaco aja, kalo mau juga cita cita tuh jadi guru, jadi presiden. Lagian kamu tuh belajar aja malas…maen melulu…bla…bla…bla…”

Ugh…kesal rasanya kalo Ibuku udah kayak gitu. Bukan kesal sama Ibuku, aku kesal sama stereotip orang di sekelilingku yang belum apa2 suka mencela & menjatuhkan ‘impian’ anak, suka membesar2kan sisi kesalahan anak dan (yang paling menyebalkan) menjadikan status guru (terutama PNS) sebagai profesi terhormat yang wajib dicapai.

Adikku saat itu memang agak bandel (dari sisi kriteria orangtua), males belajar, maen terus, dan malas bantu bantu kerjaan rumah.

Momen iklan Pe*s*dent itu aku gunakan untuk ‘membujuk’ adikku supaya rajin belajar.

Aku menanamkan dalam pikirannya bahwa Astronot itu ADA dan BISA dicapai…asal dia rajin dan mau berusaha.

Aku ceritakan tentang Mbak Hafni, temanku yang kuliah di Astronomi. Aku kasih tau bahwa jurusan astronomi di Indonesia hanya ada di ITB, jadi kalo dia ga bisa masuk ITB ya harus sekolah di luar negeri, dan itu nampak akan lebih berat. Aku ingatkan bahwa untuk masuk ITB ga bisa dengan habit dia yang malas malasan.

Berhasil…adikku yang pemalas itu dengan lantang berjanji akan rajin belajar dan bersungguh2 sekolah. Dan…pelan tapi pasti menunjukkan kesungguhannya.

Sebagai hadiahnya (juga untuk menjaga motivasinya), tiap liburan sekolah aku mengajaknya liburan di kost-anku di Bandung. Mengajaknya menemaniku beraktifitas di Salman. Tidak sebagai peserta, tapi sebagai assisten panitia alias tukang disuruh2. Aku biarkan dia berinteraksi dengan teman2ku, dan sepuasnya menjelajah kampus dimana cita2nya bisa terwujud. Maksudnya supaya dia bisa mengenal lebih dekat profil2 seperti apa mahasiswa kampus ini, supaya tahu kurang lebih seperti itulah kriteria saingan2 dia untuk meraih mimpinya, seperti apa pribadi yg harus terbentuk dalam dirinya.

“Sist, aku mau jadi akhwat…tapi kayak mba Hafni, biarpun akhwat tapi masih bisa kebut2an naik motor…anak astronomi lagi. Aku mau pinter kayak kang Bayu, kang Fajar, kang Adi ( menyebutkan teman2 sedivisiku yang anak elektro…fhuh ya iyalah mereka pinter ). Tiap sholat di mesjid Salman, aku selalu berdoa semoga nanti aku bisa sholat disini lagi karena aku kuliah disini”

SMP…tingkat kebandelan adikku dimata orangtua makin meningkat, makin sering menghabiskan waktu dengan motornya, dengan teman2nya, makin malas belajar, ga betah dirumah…maklum lagi masa puber.

Orangtua makin banyak mengeluh padaku. Tapi dalam hatiku aku masih percaya pada adikku, sebandel apapun selama astronomi masih ada dalam pkirannya, aku yakin dia akan peduli dengan sekolahnya.

Akhir SMP adikku mulai menunjukkan keseriusannya. Dia memintaku melobi orangtua supaya diizinkan sekolah di SMA idamannya di Bandung, tapi orang tua menyuruhnya masuk SMAN * di Ciamis, konon katanya itu sekolah favorit karena teman2 (sosialita) orangtuakupun menyekolahkan anaknya kesitu.

Wah ga beres nih, pikirku. Aku ambil alih semua. Aku coba brosing2 sekolah yang (dianggap) terbaik di kabupatenku itu, aku tanya2 beberapa anak berpakaian SMA berbeda2 di warung baso tempat nongkrong para pelajar, interview para pedagang, Bapak/Ibu berpakaian dinas sampai supir angkot yang beredar sekitar terminal. ( maklum, walau tercatat warga Ciamis, aku sekolah di Kuningan, jadi tidak terlalu tahu tentang tanah airku ini)

Pencarianku bermuara pada SMAN 1. Sykurlah adikku lolos. Dan ternyata yang dari SMPnya hanya ada 2 orang. Adikku dan anak yang mendapat NEM tertinggi. Kebanyakan memang ke SMA * tadi.

Tak ada yang menonjol dalam prestasi adikku selama di SMA dan kadang (yang bikin kesal) dia tetap dengan habit malasnya. Hanya ketika disekolahnya ada psikotes dan ternyata hasilnya SANGAT CERDAS, tiba tiba adikku mengubah persepsi tentang kemampuan otaknya dan berhasil masuk 10 besar.

Surat2nya selalu berdatangan ke kost-anku, mulai dari cerita betapa dia sangat maniak dengan pelajaran matematika & fisika ( walau kulihat nilai raport untuk itu jelek sekali, malah nilai biologinya yang tinggi sekali ), aktivitas bimbelnya, pertentangan masalah jurusan kuliah dengan orangtua, kekhawatiran tidak dapat izin untuk kuliah ke ITB ( aneh memang…disaat orangtua lain memaksa anaknya masuk ITB, ini malah gak mau ), sampai kebingungannya dengan pilihan cadangan jurusan kuliahnya.

Dan adikku memutuskan memilih pilihan 1 : Astronomi, pilihan 2 : Teknik elektro.

Woi…secara rumus passinggrade itu pilihan konyol. Adikku nyengir kuda. Dengan sedikit ga rido dia membalik jadi pilihan 1 : Teknik elektro, pilihan 2 : Astronomi.

Yup itulah keputusannya di akhir2 masa SMAnya. Kini dia tinggal menyempurnakan ikhtiarnya untuk apa yang diimpikannya. Fokus !!! (urusan lobing ortu itu jadi tugasku).

Selepas UAN dia menyusul ke Bandung, bimbel. Bukan bimbel yang top markotop yang banyak dipilih teman2nya, ya…biasalah faktor biaya. Adikku memilih bimbel yang murah meriah tapi cukup berkualitas, lagipula disana banyak teman2ku yang ngajar. Aku lebih menekankan untuk menjaga motivasinya, kalo masalah penguasaan materi…ya…gimana lagi begitu adanya adikku…;p

…….
Malam itu aku mulai mengambil posisi merebahkan badan untuk istirahat dari penatnya aktivitas, Adikku leyeh2 dilantai ditemani buku berserakan…

“Sist…aku mau cerita, jangan diketawain ya…aku kemaren ikut temen tes ujian masuk UNSOED…aku ngambil kedokteran…” adikku nyengir kuda.

….bersambung part.2…(baca juga http://chapurple.wordpress.com/2009/03/25/aku-dan-hidup-yang-tak-terduga-ynag-sedang-aku-jalani-sekarang/ )

Categories: sekitarku